![]() |
||
...perjalanan waktu... Sunday, May 30, 2004 SOREPukul lima sore, aku duduk dia atas kursi kayu di ruang yang disediakan khusus bagi pengunjung kompleks sekolah Muhammadiyah. Meski begitu, tempat itu tidak terlarang bagi siapa saja untuk duduk, entah itu sekedar mengobrol sambil menikmati es buah segar yang mangkal beberapa meter di sebelah kiri luar pagar, atau hanya duduk melamun. Ruang tanpa dinding itu berukuran 2 kali 3 meter dengan lantai dari semen. Lantai itu kotor dengan pembungkus- pembungkus makanan yang mengundang lalat- lalat berpesta. Ada dua buah bangku kayu dicat hijau yang sudah mulai mengelupas catnya. Bangku yang aku duduki, juga terbuat, dari kayu, dicat coklat muda, dan dihiasi kayu yang disilangkan tiap satu meter. Di sebelah kiri ruang tunggu itu, terdapat posko kecil berukuran 1 kali 1 meter dengan bangku dan meja yang menyatu dengan dinding setinggi 1 meter lebih. Duduk disitu seorang lelaki berseragam satpam, asyik berbincang dengan salah seorang perkerja di sekolah itu. Di tangan pekerja itu ada sapu lidi bergagang kayu panjang dan sebuah serokkan sampah dari plastik. Di hadapanku terbentang lapangan basket berdasar bata beton. Angin yang berdesir- desir lembut memutar dan mempermainkan daun-daun angsana yang gugur serta kertas-kertas yang beserakan. Panas mentari tidak seterik siang tadi. Anak-anak madrasah dengan seragam celana panjang hijau tua dan baju putih lengan panjang, lelaki dan perempuan, yang perempuan memakai jilbab, tampak berlari sambil tertawa-tawa atau berjalan sambil iseng mempermainkan jilbab temannya menuju ke kelas masing-masing. Mereka baru selesai sholat Ashar berjamaah di mesjid Ar-Rahman yang terletak di sebelah gedung sekolah. Gedung sekolah berbentuk angkare tak sempurna atau mirip huruf L terbalik di depanku itu berlantai tiga. Seluruh temboknya di cat krem. Tiap lantai terdiri dari kelas-kelas yang diisi bergantian. Pada pagi hari, di lantai dasar kelas-kelas itu diisi oleh anak SD sampai pukul 12 siang, sore hari barulah diisi oleh anak- anak madrasah. Sedang disebelah kanannya, yang dibatasi pagar dan lapangan bermain, pagi hari disi anak –anak TK mulai pukul 10 sampai pukul 12 siang. Mulai pukul 4 sore, kelas-kelas itu penuh lagi dengan anak-anak TK Al-qur’an sampai pukul 5 lebih 30 menit. Di lantai kedua dan ketiga yang pada pagi hari tadi diisi oleh anak-anak SD, kini dihuni oleh anak-anak SMA. Suara bel dengan irama tertentu menandakan jam terakhir sore ini dimulai. Anak-anal madrasah yang baru ke kelasnya tadi, kini terlihat berhambur keluar,memenuhi lapangan dan berebut masuk ke mobil sekolah yang khusus disediakan untuk mengantar dan menjemput mereka Suara, teriakan dan tawa mereka riuh rendah bercampur deru mesin mobil yang beriringan keluar dari kompleks. Beberapa menit kemudian, suasana hening kembali. Kini yang terdengar adalah germerisik sapu lidi yang dipakai pekerja kebersihan. Angin yang bertiup kadang kuat kadang lemah mempermainkan sampah yang berserakan dan mengayun - ayun daun-daun akasia dan angsana mengelilingi masjid. Rumbai –rumbai berbentuk bendera merah putih, sisa 17 Agustusan, yang sudah mulai pudar warnanya karena lama tergantung di sepanjang tembok gedung, melambai-lambai. Bermacam–macam mobil pribadi penjemput mulai masuk, berjajar-jajar memenuhi pinggiran jalan raya dan tepi–tepi lapangan basket. Lelaki yang berseragam satpam itu mulai sibuk dengan peluit di, mulutnya, nyaring berteriak mengatur lalulintas di kompleks itu. Ibu-ibu maupun wanita – wanita muda penjemput anak- anak Tk mulai ramai bergabung bersama denganku di ruang tunggu. Tak lama kemudian masing-masing menyongsong keluar, memanggil- manggil nama anak yang dijemputnya atau segera menarik lengan mereka menuju ke kendaraan masing-masing. Pada menit-menit berikut, bel panjang bebunyi menandakan usainya kegiatan sore itu. Terdengar teriak riuh rendah kegirangan dari lantai dua dan tiga. Anak-anak berseragam putih abu-abu mulai berkeliaran, menuruni tangga-tangga berlantai marmer. Ada yang berjalan santai, berceloteh, bergerombol atau berpasang-pasangan, berlarian, saling melempar bola-bola kertas sambil tertawa–tawa mengotori lapangan yang baru disapu tadi, ada juga yang jalan sendirian. Mataku mulai sibuk mencari sosok yang kutunggu sejak tadi di kerumunan. Lelaki muda berseragam putih abu-abu itu tampak mengembangkan senyumnya dan berjalan ke arahku. Aku membalas senyum itu. Dia kemudian duduk di sampingku, sambil bercerita tentang kejadian-kejadian yang mengasikkan sore itu, tentang guru yang marah-marah,tentang temanya yang sakit dan juga cerita-cerita lucu yang di dapat nya hari itu. Mobil-mobil penjemput sudah berkurang. Lapangan itu nampak lengang. Suara riuh rendah pun mulai hilang, berganti dengan suara-suara orang mengaji lewat mikrofon. Suasana sore itu bertambah gelap. Angin yang berdesir-desir membuat tubuhku sedikit ke dinginan. Nampaknya hujan akan turun sebentar lagi. Langit di penuhi awan –awan gelap yang bertautan. Tak lama kemudian azan maghrib berkumandang. Orang-orang berbondong-bondong ke tempat wudhu. Di luar, lambat laun mulai gelap. Kompleks itu kini diterangi neon-neon.
Comments:
Post a Comment
~~~ |
.:Find Me:. If you interested in content, please contact the writer: Rusnita Saleh : .:acquaintances:.
The Enterprise .:Publications:.
Telegram Buat Dian .:Others:.
The Speech Blog .:New Books:. .:talk about it:.
.:archives:.
.:credits:.
|