![]() |
||
PANJI KUDANARAWANGSA Friday, May 28, 2004 Panji masih dalam keadaan marah ketika tiba di depan rumah di tengah hutan itu. Peluhnya bercucuran, membasahi baju dan topi kePangeranannya. Wajahnya letih, tapi air mukanya keras menahan dendam. Seharian ini ia dan pengawal-pengawalnya letih berpacu masuk kedalam hutan, mengejar seorang anak muda yang telah membunuh anaknya. Matanya liar memandang rumah tinggi terbuat dari balok-balok kayu hutan yang keras dan kuat.Duduk di anak tangga seorang anak muda yang sedang mengelus-elus ayam jago yang gagah. Ayam itu berkokok nyaring dan menegakkan kepalanya melihat orang-orang yang datang. Bulu-bulunya yang halus berkilat-kilat indah mengikuti gerak tubuhnya. Anak muda itu mendongakkan kepalanya. Wajahnya menyimpan rasa takut, tapi langkahnya tegap, seperti seorang satria, menuruni tangga dan membungkuk hormat kepada Panji. Panji memandang kearah anak muda itu dengan tajam. Diamatinya sosok bertelanjang dada itu dengan cermat. Tiba-tiba ia merasakan dadanya berdegup kencang, eantah mengapa. Ia tergetar ketika memperhatikan cara anak muda itu memandangnya. Garis rahang yang keras namun membentuk lekuk yang lembut, rambut ikalnya yang tergerai sebahu, yang ditutupi sehelai kain tenun bermotif indah yang telah buram warnanya, alis yang tebal bergaris tegas, juga mata bulat yang jernih milik anak muda itu mengingatkan Panji pada seseorang. Seseorang yang sangat dia cintai sepanjang hidupnya, seorang wanita yang tegar, cerdas, dan berhati lembut. Istrinya yang pernah hilang. Ia ingat suatu malam purnama yang cerah, saat berlangsung pesta bahagia memperingati bulan kedua masa kehamilan istrinya, Sekartaji. Putri kediri itu disebut juga Raden Galuh atau Dewi Candra Kirana. Malam itu adalah saat yang bahagia. Semua orang bersuka cita dan mensyukuri rahmat itu, sampai saatnya Panji menyadari bahwa Sekartaji telah hilang dari kamarnya. Tak seorang pun dapat menemukannya kembali. Tak seorang pun tahu kemana dan mengapa putri cantik itu meninggalkan istana dan suami yang mencintainya. Panji merasa merasa sangat kehilangan dan tertekan. Tak ada yang dapat menghibur, kecuali kembalinya Sekartaji. Dipandanginya kembali anak muda yang sebaya dengan anaknya itu dengan lebih sesakma. Pandangnya berubah lembut, keletihannya sirna. Ada sesuatu yang lain pada diri anak muda yang tampan ini, pikir Panji. Anak muda itu berdiri tegak. Caranya berdiri yang kokoh mengingatkan Panji pada dirinya sendiri. Ia menanyakan nama anak muda itu. “Panji Kelaras, Yang Mulia.” jawabnya tegas penuh hormat. Panji Kudanarwangsa terperangah tak percaya. Ia kembali ingat kata-kata istrinya waktu itu; bila anaknya yang akan lahir itu laki-laki, akan diberi nama Panji Kelaras. Keyakinan dan keraguannya bercampur aduk, saling perang di dalam pikirannya. Dari dalam rumah keluar seorang wanita anggun dengan pakaian sederhana. Wanita itu, meski sudah tidak muda lagi, masih kelihatan cantik. Kehidupan hutan tidak memudarkan kharismanya. Wanita itukelihatan panik melihat keramaian yang tidak biasa di sekitarnya. Ia menyongsong anaknya, mencoba melindungi anak muda itu. Kali ini Panji tidak dapat menyembunyikan perasaannya. Ia meyakinkan dirinya bahwa wanita itu adalah istrinya! Istrinya yang asli. Panji mendekati wanita itu dengan segera, ia tak dapat lagi menahan perasaan rindunya. Wanita itu memandangi Panji sesaat. Mencoba mengingat masa lalu yang pelan–pelan berkelebatan di benaknya. Ketika Panji memanggilnya dengan sebutan Sekartaji, wanita itu tersentak. Ia merasa bahwa sekartaji itu memang namanya. Belasan tahun yang silam, saat Sekartaji terluka dan tak ingat siapa dirinya, seorang pertapa tua datang menolongnya. Pertapa itu memanggilnya dengan sebutan putri. Mungkin karena pakaian bagus yang dikenakan, atau karena wajahnya yang elok dan geraknya yang lembut. Pertapa tua yang baik itu mengatakan bahwa ia berjalan sambil tertidur di tengah malam buta, menyusuri hutan dan kepalanya terbentur pohon hingga terluka. Tak ada yang dapat di ingatnya lagi kecuali sebuah kata, yang selalu disebut-sebutnya: Panji. Pertapa itu mengajak Sekartaji tinggal bersamanya sebagai anak. Ia menamakanya Limaran. Beberapa bulan kemudiaan, ia melahirkan seorang bayi lelaki yang tampan. Pertapa itu menghadiahinya seekor anak ayam jantan yang gagah. Setelah melihat Panji, mendengar nama lamanya disebut, wanita itu kemudiaan ingat kembali masa lalu dan riwayat hidupnya yang telah terlupa sekian lama. Tak terasa air mata mengalir di pipinya yang merah. Rasa haru dan gembira membawanya menghambur kedada Panji. Lalu siapa wanita yang selama ini mengaku sebagai Sekartaji? Dan putra yang dilahirkanya, Pangeran Buta, anak siapa ? ketika Sekartaji hilang, seorang wanita yang juga sedang mengandung 2 bulan mendatangi kerajaan. Ia mengaku sebagai Sekartaji dan telah berubah wajahnya karena ulah tukang sihir. Wanita itu berkata bila Panji percaya padanya, wajahnya lambat laun akan berubah kembali seperti sedia kala. Karena sangat mencintai Sekartaji dan berkat kelihaian wanita itu, Panji percaya, dan menganggapnya seperti Sekartaji yang asli. Hingga bayi lelakinya lahir, wanita itu tidak pernah berubah rupa. Hal itu mulai menimbulkan keraguan di hati Panji. Di tambah lagi dengan rupa dan perilaku bayi yang dilahirkan tidak sedikit pun menunjukkan kemiripannya dengan Panji atau Sekartaji yang dulu. Panji tak dapat berbuat hal yang berarti kecuali hanya berserah diri. Ia tentu tak mau ada cerita buruk atau sekandal yang merendahkan martabat dan kepercayaan orang padanya. Anak lelaki itu dipanggil Pangeran Buta. Dari kecil hingga dewasa, perilaku Pangeran Buta sangat berlainan dengan Panji. Anak itu tidak tampan, tidak pula pintar. Bagaimana pun juga Panji tetap menyayanginya dan menganggapnya sebagai anaknya. Suatu kali, Pangeran Buta yang gemar mengadu ayam merasa tersaingi oleh kepopuleran dan kehebatan ayam jago Panji Kelaras. Ia menawarkan taruhan yang tinggi jumlahnya, yang tak mungkin dapat dipenuhi Panji. Bila Panji tidak melayaninya, ayam jago itu akan menjadi milik Pangeran Buta. Panji yang merasa tidak memiliki pilihan lain, menawarkan kepalanya sebagai taruhan, bila ayam jagonya kalah. Seperti yang sebelumnya, sekali gempur ayam Pangeran Buta terkapar. Hal itu membuat Pangeran buta merasa terhina. Ia mengacungkan belatinya,dan menentang Panji Kelaras berkelahi. Tanpa dapat mengelak, Panji akhirnya melayani tantangan Pangeran Buta. Pangeran itu kalah, kerisnya sendiri yang menikam dadanya. Menyadari bahwa ia telah membunuh seorang Pangeran, Panji berlari pulang, menemui ibunya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Suasana kerajaan geggap gempita. Raja Janggala, Dewa kusuma dan permaisuri Wandansari merasakan suka cita yang sama. Mereka mengadakan pesta besar. Seluruh rakyat bergembira atas kembalinya sang putri yang cantik dan berhati mulia beserta putranya. Hanya seorang saja yang merasa susah atas kejadian itu. Dialah putri Ngurawan Ni Wadal kardi, yang mengaku diri sebagai Sekartaji. Hatinya hancur karena kematiaan anaknya, juga pedih karena kedoknya terungkap sudah. Tak tahan menanggung malu dan sakit, Wadal Kardi ditemukan bunuh diri di kamarnya. Tak lama kemudian, Panji Kudanarawangsa dinobatkan sebagai raja. Mereka sekeluarga hidup bahagia di istana.
Comments:
Post a Comment
~~~ |
.:Find Me:. If you interested in content, please contact the writer: Rusnita Saleh : .:acquaintances:.
The Enterprise .:Publications:.
Telegram Buat Dian .:Others:.
The Speech Blog .:New Books:. .:talk about it:.
.:archives:.
.:credits:.
|